“Apa yang ada dibalik Tembok Tinggi ini, Bapak?”
“Oh, disana tempat orang-orang yang Berpendidikan Nak, mereka
hidup dengan Bahagia, kebutuhan mereka selalu tercukupi, Rumah mereka Hangat
saat malam yang begitu dingin, dan sejuk pada siang yang terik.”
“Kenapa dibuat Tembok pak? Aku juga ingin Hidup seperti itu, Kebutuhan
tercukupi, bisa Makan Enak, dan tidur dirumah yang nyaman.”
“Tembok ini sengaja dibuat untuk kita anakku.Untuk bisa hidup
seperti mereka kita harus bisa sampai kesana. Memanjati tembok ini sehingga
bisa sampai kepuncak dan menjadi orang-orang yang berhasil.”
“Tembok ini kan licin pak, tinggi lagi. Bagaimana bisa keatas sana
tanpa tangga?”
“Kamu memang butuh tangga anakku, tapi bukan dengan tangga bambu
yang biasa kau pakai buat perbaiki atap rumahmu itu. kau butuh tangga yang
spesial anakku. Tangga itu Namanya pendidikan.”
“Dimana tangga itu bisa kudapatkan, pak?”
“DiSekolah. Suatu saat kau akan paham anakku, teruslah berusaha
menggapai cita-citamu, Perbaiki niat dan jadilah orang yang berdiri megah
dipuncak tembok keras ini.”
Bunyi dentingan
Besi menandakan Bel jam Istirahat telah usai. Percakapan antara Murid dan
gurunya itu pun seketika terhenti. Para siswa kembali keruangan kelas mereka.
Tapi Anak itu masih menatap tembok putih yang tinggi itu. Tembok yang membagi
Penduduk diwilayah tersebut menjadi dua bagian. Penduduk kaya dan penduduk
miskin. Sebuah tembok yang sengaja dibuat untuk menyembunyikan aib Negara, golongan yang terbuang dan dianggap tidak
memiliki Harta diasingkan kewilayah tersebut.
Setiap sore anak
itu menatap matahari yang tenggelam dibalik tembok putih dari Atap Rumahnya. Ia
selalui saja dihantui rasa ingin tau tentang Kehidupan dibalik tembok. Badannya
pun memar-memar akibat jatuh dari tangga saat berusaha memanjat tembok tersebut.
Meskipun ia sadar tembok itu terlalu tinggi untuknya, ia selalu berusaha agar
bisa memanjat lebih tinggi dari hari sebelumnya. Anak itu begitu Tekun dan
Rajin dalam menggapai impiannya, tak heran Kepala sekolah tak segan-segan
membiayai semua ongkos pendidikannya.
Hari-hari yang
dilalui anak itu semakin hari semakin sulit. Hidup di kota terbuang tidak lebih
dari penyiksaan, setiap hari ada saja warga yang meninggal akibat kelaparan dan
penyakit. Tak terkecuali kedua orang tuanya, mereka meninggal akibat penyakit.
Karena itu Si Anak tadi jadi kehilangan semangat hidup, tidak ada lagi
cita-cita, tidak juga cerita tentang Tembok. Semua seolah runtuh, hilang
bersama nyawa ayah dan Ibunya. Guru dan teman-temannya juga sudah berusaha
menasehatinya untuk membangun tekadnya, namun seperti besar usahanya tentang
Tembok putih, Tekadnya juga terlalu kuat untuk menjadi seperti itu. Kini ia
diasuh oleh Kepala sekolah yang sekaligus merupakan Ayah angkatnya. Anak itu ia
jaga sebagaimana anaknya sendiri, memberikan kasih sayang layaknya seorang
Ayah.
Malam itu diberanda Rumah, dengan langit
berselimut bintang. Ayah Angkatnya bercerita mengenai tembok putih itu lagi,
mencoba meyakinkan anak itu kembali untuk membangun Tekadnya yang sedang
runtuh.
“Ingat ceritaku tentang Tembok itu saat kau masih di Sekolah Dasar?”
“Iya, pak.”
“Kau sedang berada ditangga itu saat ini, Nak. Tapi kau sedang
berhenti ditengah perjalananmu menuju puncak.”
“Aku sudah tidak kuat Bapak. Kaki ku sudah capek, Tembok itu
terlalu tinggi untuk orang sepertiku. Dan aku yang sekarang sudah terlalu tua
untuk melanjutkan Dongeng masa kecilku itu.”
“Karena Dongeng yang kau ciptakanlah melahirkan Harapan besar,
membuat kau hidup sebagai Manusia. Kau tidak akan pernah lelah Anakku. Kau
ketakutan saat ini, kau takut ketinggian karena kau sedang memandang kebawah,
melihat kampungmu yang tandus ini. Kau malah merasa semakin jauh dari puncak
karena kau merasa tidak akan mampu mencapainya.”
“Puncaknya terlalu jauh, Bapak. Aku sudah selesai.”
“Yang Jauh itu sesungguhnya dekat Anakku. Sesuatu yang Dekat akan
menjadi jauh jika kau berfikir itu jauh. Bulan diatas sana bisa berada dalam
genggamanmu. Dan gelas kopi didepanmu ini bisa sejauh bulan, tidak dapat kau
raih meski dalam jangkauanmu. Pahamilah Anakku, ini persoalan keyakinan. Tekad
mengenai Dongengmu dulu itu jadi bukti kebenaran kata-kataku.”
Mereka kemudian lama
terdiam. Ayah angkatnya mengerti apa yang dialaminya. Si anak butuh waktu untuk
berbicara dengan dirinya sendiri, merenung dalam kesendirian. Ia masuk kerumah,
membiarkan anaknya menemukan sendiri kebenaran dari permasalahan yang ia
hadapi. Anak itu Akhirnya sendirian diberanda rumah. Alam mengingatkan betapa
ia dilahirkan sendirian di Dunia ini, terkesan tidak ada, seperti selembar daun
dari dedaunan pada pohon. Tapi, karena cita-citanya, tekad dari dongeng tembok,
membuat dirinya merasa hidup. Ia sadar akan keberadaan orang-orang
disekitarnya, yang juga seperti dirinya, mencoba melewati kehidupan yang kejam
ini. Dan akhirnya dongengnya itu mengantarkannya pada suatu kesimpulan,
keputusan. Dongeng tembok ini akan terus hidup dalam dirinya, menjadi bahan
bakar Ambisinya yang membara. Ia akan berjuang, tidak untuk dirinya, tapi untuk
Golongan yang terbuang, tidak juga untuk meniti tangga menuju puncak tembok,
melainkan untuk merobohkan Tembok itu. Tembok yang telah mengurung diri dan
golongannya, pemisah antara jiwa dan Tubuhnya, kebebasan. Ia tertawa bahagia,
lepas, Bebas, Hingga tertidur pulas dibawah bentangan langit yang tersenyum
padanya.
………………………….
“Apa Dongeng Tembok putih itu benar pa?”
”Iya benar Anakku, kisah ini sangat popular saat aku seumuran
denganmu”
“Berarti tembok putih itu sudah runtuh Pa?”
“Iya, yang dulu itu sudah runtuh. Sekarang tidurlah, besok ayah akan
mengantarmu kesekolah.”
“Iya pa.”
Laki-laki itu
melangkah dari kamar tidur anaknya, menuju keluar dan Duduk diteras Rumah. Ia
tersenyum kecil. Mengingat Dongeng yang dibacakan untuk anaknya. Ia mengingat
kembali Bagaimana saat seumuran anaknya,
Ia memanjat tembok putih hingga badannya memar-memar akibat jatuh, Bagaimana
Ayah angkatnya meyakinkan ia tentang arti keyakinan dan kebebasan. Bersamaan,
cairan bening meliuk diantara hidung dan pipi, jatuh ke bibirnya. Kini usahanya
dan Dongeng itu telah ia buat menjadi kisah yang tak terlupakan dalam sejarah
kehidupan Manusia. Dengan tangannya ia berhasil merobohkan Dinding pemisah
antara Mimpi dan kenyataannya. Antara yang terbuang dan golongan kaya. Ia
berhasil membuat mimpinya menjadi kenyataan. Tangga yang membawanya menuju
puncak sekarang terwujud, ia benar-benar berdiri megah diatas puncak Tembok,
Puncak Pemerintahan, Sebagai Kepala Negara.
0 comments:
Posting Komentar