Melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi adalah impian besar yang muncul begitu lolos dari masa putih abu-abu. Setelah dinyatakan resmi diterima di perguruan tinggi, maka gelar baru menyusul, mahasiswa baru. Masa-masa ini tak kalah memberatkan dibanding tekanan saat berpeluh-peluh menekuni ujian masuk perguruan tinggi. Mahasiswa baru akan dimanjakan dengan suatu prosesi sakral yang disebut sebagai penerimaan mahasiswa baru. Banyak sebutan umumnya digunakan untuk masa penerimaan tersebut seperti pengaderan, perpeloncoan, pembinaan dan masih banyak istilah lainnya.
Dalam
prosesi penerimaan mahasiswa baru, ada beberapa agenda yang umumnya sangat penting,
yakni tahap pengenalan organisasi kemahasiswaan. Meskipun hasil pantauan saya
selama beberapa tahun terakhir minat berorganisasi pada kalangan mahasiswa
semakin merosot, namun terus tumbuhnya organisasi kemahasiswaan merupakan bukti
bahwa masih ada mahasiswa yang berpikiran cerdas dan mencerminkan sikap seorang
akademisi, yakni mau terus berkembang.
Banyak
sekali organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi, baik lingkup kampus,
fakultas maupun jurusan atau himpunan. Ada juga lingkup luar kampus yang biasa
disebut organisasi ekstra kampus. Di antara sekian banyak organisasi
kemahasiswaan atau lembaga kemahasiswaan, saya memilih menjelaskan tentang
Lembaga Pers Mahasiswa atau Pers Kampus. Selama lebih dari tiga tahun
berkecimpung dalam dunia Pers Mahasiswa, saya dapat mengatakan bahwa organisasi
kemahasiswaan ini sangat menarik dan unik. Karena tak hanya mengurus soal
keorganisasian dan kelembagaan, pers mahasiswa memiliki bidang keredaksian,
yakni bidang yang mengurusi tentang kerja-kerja jurnalistik, hal ini yang
membuat pers mahasiswa atau jurnalis kampus berbeda dengan kebanyakan
organisasi lainnya. Berikut
ada beberapa manfaat menjadi jurnalis kampus:
1. Dekat dan kaya Informasi
Pernah dengar ungkapan menyelam
sambil minum air? Yah, ungkapan tersebut kurang lebih menggambarkan manfaat
yang pertama. Seorang jurnalis kampus umumnya tak jauh beda dengan jurnalis
umum dalam kerja-kerja jurnalistik. Melakukan peliputan, mengumpulkan berita,
wawancara kiri-kanan dan banyak lagi. Jadi sudah sewajarnya, jika seorang
jurnalis kampus selangkah lebih maju dibanding mahasiswa lainnya dalam hal
informasi, utamanya informasi terkait kampus. Indera seorang jurnalis sangat
sensitif dengan informasi, alias kepo. Informasi tentu sangat berharga bukan?
Jadi jangan heran jika seorang Jurnalis kampus punya banyak beasiswa dibanding
mahasiswa pada umunya.
2. Melatih sikap kehati-hatian
Dalam menjalankan kerja-kerja
jurnalistik, asas verifikasi adalah yang terpenting dalam mengumpulkan
informasi. Tak serta merta informasi yang didapatkan langsung diterima,
kebenaran akan informasi adalah hal yang terpenting sebelum dapat diolah
menjadi berita. Ketika seorang jurnalis kampus mendapatkan informasi, maka
langkah selanjutnya adalah memastikan benar atau tidaknya informasi tersebut. jadi,
tak ada istilah “konon katanya, kabarnya, sepertinya, dll” dalam kamus seorang
jurnalis kampus. Perlu kepastian dalam informasi. Jika informasi awal
diverifikasi dan hasilnya benar, maka berita bisa disajikan kepada pembaca,
jika tidak, informasi tersebut hanya jadi bahan omongan belaka. Kehati-hatian
dalam mengumpulkan informasi melatih sensitifitasnya terhadap informasi.
3. Mempertajam analisis
Analisis dibutuhkan tidak hanya pada
saat mengumpulkan informasi, juga pada saat mengolahnya. Jurnalis kampus terlatih
menganalisis sebuah informasi, menyandingkan dengan informasi dan data
tambahan, termasuk mengolah sehingga dapat diterbitkan menjadi sebuah berita.
Sebagai contoh, informasi tentang kenaikan SPP atau uang kuliah membutuhkan
analisis untuk disandingkan dengan data dan regulasi yang berkaitan dengan
pedoman umum penerapan tarif uang kuliah perguruan tinggi. Menganalisa
peraturan terkait dibutuhkan dalam rangka menemukan inti masalah. Jika pada
kenyataannya, tarif SPP yang diterapkan tidak sesuai aturan, maka hal tersebut
menjadi pembahasan pokok untuk dapat diterbitkan menjadi berita. Dibutuhkan
keseriusan dan konsistensi untuk mempertajam kemampuan analisa.
4. Banyak kenalan dan memperluas relasi
Terbiasa berhubungan dengan
narasumber, memastikan informasi dari berbagai sumber dan meliput acara lembaga
kemahasiswaan menjadi modal awal bagi jurnalis kampus memperbanyak kenalan.
Demikianpun halnya dengan berkomunikasi dengan narasumber untuk memperoleh
bahan berita secara tidak langsung menjalin relasi dengan berbagai pihak. Jadi,
merupakan hal yang wajar jika seorang Jurnalis kampus dikenal dalam lingkup
kampus.
5. Berani dan tegas dalam mengambil keputusan
Dalam dunia jurnalistik, dikenal
istilah deadline. Deadline merupakan waktu yang telah
ditentukan oleh pemimpin redaksi sebagai batas waktu pengumpulan berita.
Kedisiplinan dalam dunia jurnalistik memang berbeda dibanding pekerjaan
organisasi lainnya. Kita dituntut untuk cekatan, disiplin dan tepat waktu dalam
menyetor berita. Karena telah terbiasa dikejar-kejar deadline, seorang jurnalis
kampus akan tumbuh menjadi pribadi yang lugas, tegas dan cepat dalam mengambil
sebuah keputusan.
6. Memperkaya keterampilan
Kerja-kerja pers mahasiswa hakikatnya mengutamakan
kerjasama tim. Biasanya, dalam menentukan sudut pandang berita, keredaksian
menugaskan penggarapan berita berdasarkan kelompok. Disamping melatih kerjasama
tim, jurnalis kampus dituntut juga untuk menguasai lebih dari satu skill jurnalistik. Seperti reporter
merangkap fotografer, atau bahkan layouter dan designer. Kemampuan-kemapun
tersebut tentu meningkatkan pengetahuan sekaligus menambah keterampilan baru
yang tentunya akan sangat berguna dalam menghadapi dunia kerja.
7. Ajang
pengembangan jati diri
Banyak yang menganggap bahwa menjadi jurnalis kampus harus
memiliki jiwa sosial yang tinggi, mampu bergaul dengan baik dan berpribadi
ceria. Perlu untuk diperhatikan, bahwa pendapat tersebut merupakan anggapan
yang keliru. Seorang penyendiri atau seorang pemalu pun pada dasarnya dapat
menemukan wadah yang sesuai dengan menjadi jurnalis kampus. Mengapa demikian?
Hal ini dikarenakan disiplin dan tugas yang diberikan yakni tugas peliputan
menuntun seseorang untuk disiplin dan patuh pada deadline. Jurnalis kampus akan berkembang melalui
kebiasaan-kebiasaan, perubahan yang bahkan ia sendiri tak menyadarinya.
Perwatakan seseorang dapat berkembang pesat dengan melampaui batas kemampuan
diri sendiri dan tentu saja dapat berkembang ke arah yang lebih baik.
8. Menjadi
Penulis
Terbiasa meramu bahan dan data berita, meramu bahasa
dengan rapi agar dapat dipahami pembaca di sisi lain menambah keterampilan
menulis. Bahkan beberapa penulis handal lahir dari latar belakang jurnalis,
seperti mochtar lubis, ayu utami, Gunawan Muhammad dan masih banyak lagi.
Kemampuan menulis tidak tumbuh begitu, namun melalui proses pembiasaan yang
panjang. Dengan terbiasa meramu tulisan dan berita berbagai genre menempatkan
seorang jurnalis kampus dapat berevolusi menjadi seorang penulis.
9. Meningkatkan
kepekaan sosial
Seorang Jurnalis kampus atau pers mahasiswa terbiasa
bersentuhan dengan berbagai situasi dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik.
Hal ini akan melatih jiwa sosialnya untuk sensitif dengan sosial
kemasyarakatan. Fungsi Mahasiswa sebagai agen of change dapat terwujud nyata
dengan cara terjun langsung bersentuhan dengan masyarakat. Jurnalis mahasiswa
akan paham makna sebenarnya dari kerja pemberitaan yang ia lakukan, mengerti
dan jeli dalam memetakan sasaran pembaca dan dampak yang ia timbulkan. Melalui
pers mahasiswa, mahasiswa dapat mewujudkan salah satu dari sekian fungsi
mahasiswa.
10. Terlatih
membaca situasi dan ekspresi lawan bicara
Ketika
akan menemui narasumber, jurnalis akan menggunakan cara yang dinilai efektif
dalam menemuinya tanpa perantara. Beberapa narasumber biasanya memiliki beragam
kendala untuk ditemui, tak jarang kadang berita terpaksa tak diterbitkan karena
sulitnya menemui narasumber. Kesulitan untuk ditemui umumnya bukan karena
narasumber yang enggan diwawancarai, namun persyaratan administrasi yang rumit
untuk menemuinya, apalagi sekelas kepala pemerintahan. Dengan menggunakan
jaringan yang ada dan memanfaatkan media sosial, menelusuri minat dan kebiasaan
narasumber, mengenai tempat yang biasa ia kunjungi setiap hujung minggu, tentu
akan memudahkan pertemuan tanpa harus melalui berlapis-lapis gatekeeper dan persyaratan administrasi.
Begitupun halnya pada saat. Menelusuri pola, kebiasaan dan minat seorang
narasumber tentu akan sangat berpengaruh dalam tehnik wawancara. Dengan
memahami narasumber, berarti kita juga akan menguasai dialog dan mengorek
informasi yang lebih mendalam.
1.
Hal tersebut di atas hanya
sebagian dari banyaknya keuntungan yang bisa didapatkan dengan menjadi jurnalis
kampus. Masih terdapat banyak lagi manfaat yang tentu sangat berguna dalam
menghadapi dunia kerja. Namun demikian, hal ini terpulang kepada konsistensi,
keseriusan dan keinginan masing-masing individu. Pengalaman di lembaga pers
mahasiswa cukup bermanfaat dalam mengukur sejauh mana kesiapan seseorang dalam
menentukan karir dan menapaki profesi dalam dunia kerja.
Demikian 10 manfaat menjadi
jurnalis kampus. Semoga dapat memberikan pengetahuan dan ilmu yang bermanfaat
bagi pembaca.
Sangat luar biasa pengalaman saudara Muhammad Supri, izin untuk men-share pengalamannya ya saudara muhammad Supri agar generasi penerus terus bersemangat dalam berkecimoung di dunia jurnalistik kampus.
BalasHapusTerima kasih.
HapusTentu boleh dishare kak.