TEORI PERS

Ilustrasi : onward.nationalgeographic.com

 Pada umumnya, ada empat teori mengenai pers yakni teori pers authoritarian, libertarian, tanggung jawab sosial dan soviet komunis.
 Teori pers authoritarian menjelaskan bahwa informasi tentang kebenaran bersumber dari orang-orang yang bijak, bukan berasal dari masyarakat. Teori ini menyatakan bahwa informasi berasal dari penguasa yang membimbing pengikutnya, terkait pendapat maupun regulasi yang harus diikuti oleh pengikutnya.
Teori pers libertarian mulai mengarah pada kebebasan berpendapat. Bahwa manusia memiliki pengetahuan untuk membedakan hal benar dan salah. Pers bukan merupakan sumber kebenaran, melainkan sarana yang membantu manusia dalam menemukan kebenaran, dengan kata lain, pers bersifat netral, bukan merupakan kepunyaan seseorang atau pemerintah, namun pers menjembatani kepentingan masyarakat kepada pemerintah.
Teori pers tanggung jawab sosial berkembang di Negara-negara non komunis pada abad ke 20, dimana penyebarluasan komunikasi mulai berkembang pesat. Berbeda dengan dua teori di atas, teori ini menekankan aspek kepentingan masyarakat, sekalipun pers merupakan kepunyaan pemerintah atau pihak tertentu, harus berdasarkan kepentingan masyarakat.
Teori pers soviet komunis merupakan perkembangan dari teori pers autoritarian dengan perluasan makna bahwa pers merupakan milik Negara. Pers harus menjadi wadah perekat bagi masyarakat dengan Negara, dengan arti lain bahwa pers berkewajiban untuk menjaga informasi untuk kepentingan Negara.
 Prof samsul wahidin dalam bukunya, Hukum Pers mengungkapkan bahwa pers di Indonesia bercorak pancasila. Dimana pers dianggap bebas namun tetap bertanggung jawab, artinya pers di Indonesia berdasarkan teori ketiga, yakni teori pers tanggung jawab (social responsibility). Meski demikian, kebebasan pers di Indonesia mulai berkembang pesat. Ditandai dengan banyaknya media swasta dibanding media pemerintah.
Pada tahapan perkembangan demokrasi informasi di Indonesia diwarnai dengan banyaknya media swasta merupakan repsresentasi suburnya budaya kebebasan berpendapat, namun, di sisi lain, pertanggungjawaban sosial malah tergerus. kontrol terhadap media menjadi semakin sulit, dan tidak terpantau.
Sesuai dengan Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers mengamanatkan pembentukan dewan pers yang memiliki fungsi control terhadap media dan menjamin kebebasan pers. Meski dalam perkembangannnya, dewan pers kewalahan menanggulangi perusahaan pers di Indonesia yang semakin berkembang, dengan jumlah anggota dewan pers yang terbatas.
Meski dalam serba keterbatasan pemantauan terhadap perusahaan pers, kehadiran dewan pers memiliki peran penting bagi keberlangsungan perusahaan pers ketika bersinggungan dengan peristiwa hukum. Hak jawab yang merupakan wewenang dan atas rekomendasi dewan pers terhadap masyarakat ataupun individu yang dirugikan atas pemberitaan perusahaan pers. Sesuai dengan nota kesepahaman nomor 1 tahun 2012 antara dewan pers dengan kepolisian republik Indonesia yang isinya tentang kesepakatan kedua belah pihak bahwa segala persoalan yang timbul akibat pemberitaaan harus diproses sesuai dengan UU Pers yakni dengan hak jawab.
Jadi secara tak langsung, peran dewan pers pada dasarnya sangat dibutuhkan untuk kehidupan perusahaan pers dan keberlangsungan kemerdekasn berpendapat di Indonesia.


0 comments:

Posting Komentar